Jakarta, VIRALTANGERANG.com I Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung) terus mengungkap kasus-kasus korupsi besar dengan nilai kerugian negara yang fantastis. Dari skandal BTS 4G Kominfo, kasus korupsi timah senilai Rp271 triliun, hingga pengoplosan BBM Pertamina, daftar kasus yang ditangani semakin panjang.
Namun, satu pertanyaan tetap menggantung: ke mana perginya uang hasil sitaan dari para koruptor?
Aliansi Mahasiswa Penegak Demokrasi (AMPD), dipimpin oleh Aziz Patiwara, mendesak Kejagung untuk bersikap lebih transparan dan akuntabel dalam pengelolaan serta pengembalian aset hasil korupsi.
Menurut AMPD, keberhasilan dalam membongkar kasus-kasus besar tidak cukup hanya dengan mengumumkan jumlah kerugian negara dan menangkap tersangka, tetapi juga harus dibuktikan dengan pengembalian uang dan aset secara nyata ke kas negara.
“Kami menghargai kinerja Kejagung dalam membongkar kasus-kasus korupsi besar. Namun, kami menolak jika ini hanya menjadi tontonan tanpa hasil konkret. Uang yang disita harus jelas arahnya, dan publik berhak tahu ke mana aset itu dialihkan,” tegas Aziz Patiwara.
Banyak Kasus, Minim Transparansi
Setiap kali Kejagung mengumumkan kasus besar, konferensi pers digelar, angka kerugian negara diumumkan, tersangka ditetapkan, tetapi setelah itu, publik jarang mendapatkan laporan lanjutan terkait pengelolaan uang sitaan.
Apakah uang dan aset tersebut benar-benar dikembalikan ke negara? Berapa banyak yang sudah masuk ke kas negara? Bagaimana mekanisme penggunaannya? Siapa yang mengawasi? Tanpa transparansi, pemberantasan korupsi hanya menjadi narasi kosong tanpa dampak nyata bagi rakyat.
“Kami tidak ingin kasus-kasus ini hanya menjadi panggung politik. Jika Kejagung ingin menegakkan hukum dengan benar, mereka harus bersedia diawasi dan membuka data aset sitaan kepada publik,” lanjut Aziz.
Sebagai lembaga penegak hukum, Kejagung terikat oleh regulasi yang mewajibkan transparansi dalam pengelolaan uang sitaan. Beberapa regulasi tersebut meliputi:
– Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyatakan bahwa hasil kejahatan harus disita dan dikembalikan ke negara.Â
– Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang mewajibkan bahwa semua pemasukan negara, termasuk uang sitaan korupsi, harus dicatat secara resmi dan dapat diakses oleh publik.
– Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara, yang menegaskan bahwa setiap pengembalian aset negara harus memiliki mekanisme audit dan pertanggungjawaban yang jelas. Â
Dengan adanya regulasi ini, Kejagung tidak memiliki alasan untuk merahasiakan data pengelolaan uang sitaan dari publik.
AMPD mendesak Kejagung untuk segera mengambil langkah konkret dalam meningkatkan transparansi, termasuk:
1. Mempublikasikan laporan berkala terkait jumlah uang sitaan yang telah dikembalikan ke negara.
2. Menunjukkan mekanisme distribusi aset hasil sitaan dan penggunaannya dalam keuangan negara.
3. Mengizinkan lembaga independen untuk mengaudit pengelolaan uang sitaan guna mencegah potensi penyalahgunaan.
4. Menghindari politisasi kasus korupsi yang hanya berorientasi pada pencitraan tanpa dampak nyata bagi masyarakat.
“Jika Kejagung benar-benar ingin memperkuat kepercayaan publik, mereka harus bersedia membuka semua data ini. Jika tidak, wajar jika muncul kecurigaan bahwa uang sitaan ini hanya berpindah tangan dari koruptor ke aktor lain yang lebih berkuasa,” kata Aziz.
Keberhasilan membongkar skandal korupsi bernilai ratusan triliun rupiah harus diikuti dengan komitmen nyata dalam pengembalian aset ke negara. Jika tidak, maka upaya pemberantasan korupsi hanya akan menjadi panggung pencitraan tanpa substansi, di mana rakyat hanya dijadikan penonton sementara aset hasil kejahatan tetap berada di tangan segelintir elite.
“Kami tidak akan tinggal diam. Kejagung harus membuktikan bahwa mereka bekerja untuk rakyat, bukan hanya untuk mempercantik laporan kinerja. Transparansi adalah harga mati!” tutup Aziz Patiwara.
AMPD menegaskan bahwa mereka akan terus mengawal isu ini, memastikan bahwa Kejagung benar-benar mengembalikan uang rakyat, bukan hanya mengumumkan kasus-kasus besar tanpa hasil nyata.